Oleh: Dr. Nur Fadlan, Lc., M.Si., C.A.H.

 

Koperasi merupakan badan usaha yang berlandaskan asas kekeluargaan dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Dalam sistem perekonomian Indonesia, koperasi telah memainkan peran penting sejak era pra-kemerdekaan hingga sekarang. Konsep koperasi ini memiliki keselarasan dengan nilai-nilai Islam yang menekankan keadilan, kerja sama, dan tolong-menolong dalam aktivitas ekonomi.

Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat Muslim terhadap prinsip-prinsip ekonomi Islam, koperasi syariah hadir sebagai alternatif yang lebih sesuai dengan nilai-nilai syariah. Koperasi syariah bertujuan untuk memberikan layanan keuangan dan usaha yang bebas dari unsur riba, gharar (ketidakpastian), dan maysir (perjudian), yang dilarang dalam Islam.

Koperasi berasal dari kata co-operatio yang berarti kerja sama. Dalam Islam, konsep ini sejalan dengan prinsip syirkah (kemitraan), di mana dua pihak atau lebih bekerja sama dalam aktivitas ekonomi untuk memperoleh manfaat bersama.

Islam menekankan pentingnya keadilan (al-‘adl) dan tolong-menolong (ta’awun) dalam setiap transaksi ekonomi. Oleh karena itu, koperasi syariah harus berlandaskan prinsip keuangan yang bebas dari riba (interest), gharar (ketidakpastian), dan maysir (spekulasi). Prinsip dasar ini bertujuan menciptakan sistem keuangan yang lebih adil dan beretika, serta memberikan manfaat bagi seluruh anggotanya.

 

Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia

Koperasi mulai berkembang di Indonesia pada akhir abad ke-19 sebagai respons terhadap ketimpangan ekonomi yang terjadi akibat penjajahan. Raden Aria Wiriaatmadja mendirikan koperasi pertama di Purwokerto pada tahun 1896 untuk membantu masyarakat kecil yang terjerat utang dengan rentenir. Pada tahun 1908, Budi Utomo mengembangkan gagasan koperasi rumah tangga untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Serikat Dagang Islam (SDI) pada tahun 1911 juga mempromosikan sistem koperasi dalam perdagangan untuk melindungi pedagang pribumi dari dominasi ekonomi asing.

Setelah kemerdekaan, koperasi semakin diperkuat perannya dalam perekonomian nasional. Pasal 33 UUD 1945 menetapkan koperasi sebagai sokoguru perekonomian Indonesia. Mohammad Hatta, yang dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia, mengembangkan konsep koperasi sebagai sistem ekonomi berbasis gotong royong dan keadilan sosial.

Sejarah koperasi di Indonesia mencerminkan perjalanan panjang dalam membangun sistem ekonomi yang berbasis pada kebersamaan dan gotong royong. Salah satu tonggak penting dalam sejarah koperasi terjadi pada tahun 1947, ketika Kongres Koperasi Indonesia pertama di Tasikmalaya menetapkan koperasi sebagai sistem ekonomi nasional. Keputusan ini menegaskan bahwa koperasi bukan sekadar model usaha, tetapi juga bagian dari strategi pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada semangat kebersamaan. Pada tahun 1967, pemerintah semakin memperkuat peran koperasi dengan disahkannya Undang-Undang Koperasi No. 12 Tahun 1967 oleh Presiden Soeharto. Undang-undang ini memberikan kerangka hukum yang lebih jelas bagi pengelolaan koperasi serta menegaskan peran koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional.

Perkembangan koperasi terus berlanjut dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 1992, yang menjadi dasar hukum bagi koperasi modern di Indonesia. Undang-undang ini memberikan fleksibilitas lebih bagi koperasi dalam mengembangkan usahanya serta menyesuaikan diri dengan dinamika ekonomi yang terus berkembang. Namun, memasuki era 2000-an hingga sekarang, perkembangan koperasi di Indonesia cenderung mengalami stagnasi akibat berbagai faktor, seperti kurangnya inovasi, tantangan dalam tata kelola, serta persaingan dengan model bisnis lain yang lebih adaptif terhadap perubahan zaman. Meskipun demikian, dalam beberapa dekade terakhir, koperasi syariah mengalami pertumbuhan pesat sebagai alternatif ekonomi berbasis Islam. Dengan prinsip tanpa riba, transparansi, serta keadilan dalam transaksi, koperasi syariah menjadi solusi bagi masyarakat yang ingin mengembangkan usaha dan ekonomi tanpa melanggar prinsip syariah. Perkembangan ini menunjukkan bahwa meskipun menghadapi berbagai tantangan, koperasi tetap memiliki potensi besar sebagai model ekonomi inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.

 

Koperasi Syariah

Koperasi syariah beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang menekankan keadilan, transparansi, dan keberkahan dalam setiap transaksi. Salah satu prinsip utama yang dijunjung tinggi adalah menghindari riba, di mana koperasi tidak membebankan bunga pada pinjaman atau pembiayaan yang diberikan kepada anggotanya. Sebagai gantinya, koperasi menerapkan sistem bagi hasil melalui akad mudharabah, di mana satu pihak menyediakan modal dan pihak lain mengelola usaha dengan keuntungan yang dibagi sesuai kesepakatan, serta akad musyarakah, di mana dua pihak atau lebih bekerja sama dalam penyediaan modal dan berbagi keuntungan maupun risiko usaha. Dengan mekanisme ini, koperasi syariah menciptakan sistem keuangan yang lebih adil dan memberdayakan anggotanya tanpa praktik eksploitasi.

Selain itu, transparansi dan keadilan menjadi pilar utama dalam operasional koperasi syariah. Setiap transaksi harus dilakukan dengan akad yang jelas, termasuk hak dan kewajiban masing-masing pihak, guna menghindari perselisihan di kemudian hari. Kejujuran dalam pencatatan keuangan dan keterbukaan dalam distribusi keuntungan maupun risiko menjadi hal yang mutlak, sehingga anggota merasa aman dan percaya terhadap sistem yang diterapkan. Dengan prinsip ini, koperasi syariah mampu membangun ekosistem ekonomi yang sehat, di mana seluruh anggota mendapatkan manfaat yang seimbang sesuai kontribusinya.

Prinsip ketiga yang dipegang teguh adalah menghindari gharar dan maysir. Gharar merujuk pada ketidakpastian dalam transaksi, seperti menjual barang yang belum dimiliki atau memiliki spesifikasi yang tidak jelas, yang dapat merugikan salah satu pihak. Sementara itu, maysir mengacu pada unsur spekulasi dan perjudian, yang menghasilkan keuntungan hanya untuk sebagian pihak dengan mengorbankan pihak lain. Oleh karena itu, koperasi syariah hanya boleh berinvestasi dalam sektor yang halal dan menjalankan transaksi dengan kepastian hukum dan nilai yang jelas. Dengan menerapkan ketiga prinsip ini, koperasi syariah tidak hanya berperan sebagai lembaga keuangan, tetapi juga sebagai sarana pemberdayaan ekonomi umat yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Hal ini membuat koperasi syariah menjadi solusi bagi masyarakat yang ingin mengembangkan ekonomi tanpa melanggar prinsip syariah, sekaligus menciptakan kesejahteraan yang lebih luas dan berkelanjutan.

 

Perbedaan Koperasi Konvensional dan Koperasi Syariah

Koperasi konvensional dan koperasi syariah memiliki perbedaan mendasar dalam prinsip, sistem keuangan, produk yang ditawarkan, serta mekanisme pengawasan. Dari segi sistem keuangan, koperasi konvensional menggunakan bunga (riba) dalam setiap transaksi, baik dalam pemberian pinjaman kepada anggota maupun dalam investasi yang dilakukan. Sebaliknya, koperasi syariah beroperasi dengan sistem bagi hasil atau profit-loss sharing, di mana keuntungan dan risiko dibagi secara adil antara koperasi dan anggotanya sesuai dengan akad yang disepakati.

Dari aspek prinsip, koperasi konvensional berlandaskan pada konsep ekonomi kapitalis yang lebih berorientasi pada keuntungan finansial. Sementara itu, koperasi syariah berlandaskan pada prinsip ekonomi Islam yang menekankan aspek keadilan, transparansi, serta keberkahan dalam transaksi. Hal ini tercermin dalam produk keuangan yang ditawarkan oleh masing-masing koperasi. Koperasi konvensional umumnya menyediakan kredit berbunga sebagai layanan utama bagi anggotanya, sedangkan koperasi syariah menawarkan berbagai produk berbasis syariah, seperti murabahah (jual beli dengan margin keuntungan yang disepakati), mudharabah (kemitraan usaha dengan sistem bagi hasil), ijarah (sewa menyewa berbasis syariah), dan qardhul hasan (pinjaman tanpa bunga yang bersifat sosial).

Selain itu, dari sisi pengawasan, koperasi konvensional tidak memiliki badan khusus yang mengawasi kesesuaian transaksi dengan prinsip tertentu, sedangkan koperasi syariah diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS memastikan bahwa seluruh kegiatan koperasi sesuai dengan aturan syariah dan tidak menyimpang dari prinsip Islam. Dengan adanya perbedaan ini, koperasi syariah menjadi pilihan bagi masyarakat yang ingin menjalankan aktivitas ekonomi dengan tetap berpegang pada ajaran Islam, sementara koperasi konvensional lebih fleksibel dalam mengikuti sistem ekonomi yang berlaku secara umum.

Koperasi syariah hadir sebagai alternatif sistem ekonomi yang lebih adil, transparan, dan sesuai dengan prinsip Islam. Dengan menghindari riba, gharar, dan maysir, koperasi syariah memastikan bahwa setiap transaksi dilakukan secara halal dan memberikan manfaat bagi semua pihak. Sistem bagi hasil yang diterapkan menciptakan keseimbangan dalam pembagian keuntungan dan risiko, sementara pengawasan dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) menjamin kepatuhan terhadap prinsip syariah. Dibandingkan dengan koperasi konvensional, koperasi syariah menawarkan solusi yang lebih inklusif dan berkelanjutan, tidak hanya untuk kesejahteraan ekonomi individu tetapi juga untuk pembangunan ekonomi umat secara keseluruhan. Oleh karena itu, koperasi syariah memiliki potensi besar untuk terus berkembang dan menjadi pilar utama dalam sistem ekonomi berbasis Islam.

 

Referensi:

  1. (1998). Ekonomi Koperasi Indonesia. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
  2. Rivai, V., & Buchari, A. (2013). Islamic Economics: Ekonomi Islam dan Keuangan Syariah. Jakarta: Mitra Wacana Media.
  3. Seibel, H. D. (2008). Islamic Microfinance in Indonesia: The Challenge of Institutional Diversity, Regulation, and Supervision. Sojourn: Journal of Social Issues in Southeast Asia, 23(1), 86–103. http://www.jstor.org/stable/41220061.
  4. Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
  5. Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
  6. Peraturan Menteri Koperasi dan UKM RI No. 11/PER/M.KUKM/XII/2017 tentang Pengawasan Koperasi Syariah.
  7. Kementerian Koperasi dan UKM RI. (2025). Informasi Perkoperasian di Indonesia. https://www.depkop.go.id.
  8. Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). (2025). Fatwa dan Pedoman Keuangan Syariah. https://mui.or.id.\
  9. Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan UMKM (LPDB-KUMKM). (2025). Dukungan Pendanaan Koperasi Syariah. https://www.lpdb.id.

Share:

Facebook
Twitter
WhatsApp
LinkedIn
Scroll to Top

Isi Pesanan Disini